Kedatangan Raja Salman ke Indonesia adalah suatu kebanggaan bagi kita semua. Sejarah mencatat bahwa Raja Arab (penjaga dua kota suci umat islam) datang ke Indonesia 46 tahun yang lalu. Bulan maret 2017 yang akan datang, Raja Salman dengan pasukannya akan berkunjung ke Indonesia. Tak tanggung-tanggung, kedatangannya dengan 1.500 orang, 7 pesawat, 10 orang menteri dan 20 orang pangeran.
Belakangan ini Indonesia lagi riuh dan panas dengan isu Agama. Dimana politik identitas memanaskan suhu politik secara nasional yang hanya berakar pada isu penodaan agama. Hal ini hanya lantaran karena adanya calon pemimpin non-muslim yang ikut bertarung di Pilkada, tepatnya Pilkada DKI Jakarta yaitu Ahok.
Kedatangan Raja Salman, langsung ramai dimedia, dan menyebutkan bahwa kedatangannya ke Indonesia ada kaitannya dengan berbagai aksi yang terjadi dimana dalam hal ini dikomandoi oleh FPI yang dipimpin imam besarnya yaitu Rizieq Shihab.
Berikut saya ingatkan kembali mengenai Raja Salman yang disebut hendak menemui Rizieq Shihab :
“Prof. Dr. H. Dailami Firdaus Ketua Yayasan Perguruan Tinggi As- Syafi’iyah UIA juga mengapresiasi rencana pertemuan Raja Salman dan Habib Rizieq. “Jadi kalau kabar itu benar bahwa akan ada pertemuan tersebut maka kita menyambut baik,” papar pria yang akrab disapa Bang Dailami.
Menurut anggota DPD dari Jakarta ini, bisa saja pertemuan tersebut terjadi karena ada aksi super damai 212 yang melibatkan jutaan massa umat Islam berkumpul di Monas dengan berzikir dan salawat.
“Aksi tersebut dengan kecepatan informasi menyebar ke seluruh dunia, termasuk Arab Saudi. Tentu saja nama Habib Rizieq yang dikenal ketokohannya dalam aksi tersebut, mungkin membuat Raja Salman menghendaki bertemu dengan Habib Rizieq,” papar Bang Dailami.
————
Kita semua tahu sebelumnya, pendukung dan simpatisan FPI menyebutkan bahwa aksi mereka juga didukung Palestina. Yang kemudian bendera Palestina ikut mewarnai aksi-aksi yang terjadi. Namun pada kenyataannya Kedubes Palestina membantah dan menyesalkan bendera palestin dibawa-bawa dalam aksi yang dikomandoi FPI.
Novel Bakmumin justru menanggapinya dan menyebut kedubes Palestin tidak mewakili negara Palestin. Hal ini alasan yang sungguh irasional. Jika kedubes tidak mewakili negara, lantas mewakili apa?
Begitupun dengan kedatangan Raja Salman, lagi dan lagi FPI harus menanggung malu. Karena tidak ada kaitan kedatangan Raja Salman untuk mengapresiasi berbagai aksi yang terjadi, pun demikian menemui Rizieq Shihab.
Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi membantah kabar Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud akan bertemu dengan Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab saat berkunjung ke Indonesia pada Maret 2017. Bantahan itu disampaikan melalui keterangan tertulis resmi yang dikeluarkan Kedutaan.
Kedutaan menjelaskan Raja Salman akan datang ke Indonesia untuk memenuhi undangan Presiden Joko Widodo yang pada 2015 berkunjung ke Saudi. “Berkaitan dengan apa yang tersebar di situs jejaring sosial selain pernyataan di atas adalah informasi yang tidak benar.” Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi menyampaikannya pada Jumat, 27 Januari 2017.
Rencana kedatangan Raja Salman pernah disampaikan Presiden Jokowi saat mengumumkan penambahan kuota haji. Jokowi mengapresiasi pengembalian kuota haji yang diputuskan pemerintah Saudi melalui menteri haji dan umrah.
Selain mengembalikan kuota haji Indonesia menjadi 211.000 jemaah, pemerintah Saudi menambah kuota haji sebesar 10.000. Dengan begitu, kuota haji Indonesia pada 2017 menjadi 221.000.
Salah satu yang akan dibahas dalam kunjungan yang berlangsung selama 1-9 Maret 2017 tersebut adalah mengenai kerja sama di bidang minyak dan gas (Migas).
Kepala Biro Komunikasi Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko mengatakan, kerja sama terkait minyak yang akan ditawarkan kementeriannya adalah impor minyak dengan harga spesial atau preferred price.
Menurut Sujatmiko, masalah tersebut sebelumnya sudah dibicarakan Menteri ESDM Ignasius Jonan dengan Menteri Energi Arab Saudi di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE), Januari lalu.
Jelas bahwa kedatangan Raja Salman ke Indonesia tak lain adalah untuk kerjasama dan meningkatkan hubungan kedua negara. Yang perlu kita ketahui, Indonesia punya Pertamina dan Arab punya Aramko, tentunya jika kerjasama mengenai kilang minyak dan energi ini terjalin dengan baik, hal ini sangat strategis untuk memajukan perekonomian Indonesia.
Jokowi paham bahwa kerja sama dengan Raja Salman akan lebih menguntungkan pada bidang minyak. Dan dunia tentunya mengetahui Timur Tengah dan Arab adalah ladang minyak. Selain ada kerjasama dalam bidang lainnya seperti kuota haji, budaya, pendidikan, dan lain-lain.
Saya rasa, yang menyebutkan dan menggembar-gemborkan kedatangan Raja Salman untuk apresiasi aksi yang terjadi dan hendak menemui Rizieq Shihab akan sangat malu. Terutama FPI dan barisan simpatisan yang mendukung mereka.
Lho wong diundang Jokowi kok, masa disebut mau nemui Rizieq yang sedang tersandung aneka ragam kasus nan pahit.
Kita selalu di wacanakan tentang terorisme ataupun gerakan radikal yang tentunya hal ini juga tidak bisa jika menegasikan konservatisme agama. Dalam artian lain, Indonesia memang tengah disusupin doktrin Wahabi, namun bukan ini yang menjadi pokok persoalan kedatangan Raja Salman. So, jangan kepedean dulu jika kedatangan Raja Salman tersebut akan menemui Rizieq Shihab. Ini masalah investasi dan kerjasama antar kedua negara bukan tentang takbir dan kafir.
Disisi lain, saya juga heran jika ada opini mengenai negara mengemis dengan Raja Salman. Yo mbok jangan emosional jika menilai. Kerjasama tentunya menghendaki untuk saling menguntungkan. Kalau istilah Jokowi “menang sama menang” ketika menanggapi freeport. Pun demikian dalam kerjasama dengan Raja Saman (Arab Saudi). Istilah mengemis itu justru tanggapan yang pesimis. Belum apa-apa, sudah lunglai. Kerjasama dengan Raja Salman adalah langkah stretegis bukan mengemis. Apalagi jika yang dibicarakan soal minyak dan gas, tentunya hal ini akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.
Orang datang disebut kita mengemis, orang diundang disebut mau nemui pemimpin demo. Akhh ternyata Raja Salman lebih apik memilih Bali untuk berlibur yang masyarakatnya bukan golongan mayoritas. Hal ini dapat menjelaskan bahwa islam itu tidak menghendaki SARA. Tidak seperti pentolan FPI Munarman yang memfitnah pecalang di Bali hingga harus berurusan dengan polisi.
Akankah FPI menyebutkan Raja Salman tidak mewakili Arab, ketika kedubes Arab membantah kabar Raja Salman akan bertemu RS? Seperti mereka menyebutkan kedubes Palestin tidak mewakili negaranya, saat kedubes Palestin menyesalkan bendera negaranya dibawa-bawa demo.
Mari kita menikmati secangkir kopi khas Nusantara, sambil menunggu lagu “menanti sebuah jawaban” yang tentunya bukan lagu Padi.
Indonesia.. Raya Lah!